Sabtu, Desember 19, 2009

Bukan Cuma Gudang Buku, Perpustakaan Cari Perhatian ABG


Perpustakaan dipastikan bukan lah tempat tongkrongan favorit kaum ABG alias anak baru gede. Itu sebabnya perpustakaan berupaya mengubah imej dari gudang buku menjadi tempat kongkow. Tertarik tampil funky sekaligus smart? Tulisan "Tidak boleh berisik" dan "Harap tenang" kerap menghiasi dinding perpustakaan. Imej ini pun akan dikikis karena perpustakaan akan menjadi tempat untuk berdiskusi.
Untuk mengoptimalkan keberadaan perpustakaan sekolah yang dihuni kaum ABG, pelatihan manajemen perpustakaan sekolah diselenggarakan bagi guru dan pelajar dari 20 SMU di wilayah DKI Jakarta dan Depok. Pelatihan itu diselenggarakan Departemen Ilmu Perpustakaan fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) dan Program Bimbingan Anak Sampoerna pada 21-28 April 2005. "Pelatihan ini sebagai upaya jemput bola agar guru dan murid bekerja sama membantu meningkatkan kualitas belajar melalui perpustakaan sekolah," kata Fuad Gani, Ketua Departemen Ilmu Perpustakaan FIB UI melalui pernyataan tertulisnya melalui surat elektronik kepada detikcom, Jumat (22/4/2005). Sedangkan Niken Rachmad, Head of Corporate Communications PT HM Sampoerna Tbk menilai sudah saatnya anak-anak diajak melihat perpustakaan sebagai sesuatu yang menyenangkan. Komik Mania Fuad juga menampilkan hasil penelitian mengenai keadaan perilaku dan minat baca siswa di Jakarta.
Hasilnya cukup ngenes. Sebanyak 60 persen siswa belum pernah memanfaatkan perpustakaan sekolah. Tapi yang pasti, 86 persen siswa gemar membaca komik. Apalagi komik karya terjemahan. Walhasil komik lokal yang dinilai kurang kreatif dan inisiatif terancam keberadaannya. "Namun di sisi lain, gemar membaca komik dapat menjadi pintu masuk bagi peningkatan minat baca anak. Keterlibatan guru dan orang tua lah sangat penting untuk membantu memilih bacaan yang baik," sebut Fuad. Kalau bacaan favorit, maka pilihan siswa jatuh pada cerita rakyat dan cerita terjemahan. Jenis buku ini lebih diminati daripada buku pelajaran paket. Bahkan tercatat 60 persen siswa mendapatkan bahan bacaan dengan cara membeli. Sedangkan minat atas buku pelajaran, maka pelajaran sejarah lah yang kurang diminati. Tercatat hanya 20 persen siswa yang memilihnya.
Penelitian ini dilakukan terhadap 500 siswa yang berasal dari 50 sekolah di Jakarta. Fuad menyimpulkan, program pemanfaatan perpustakaan belum terintegrasi pada sistem pengajaran di sekolah. Akibatnya banyak siswa mengalami keterasingan terhadap koleksi yang ada di perpustakaan. Sehingga pengetahuan siswa menjadi terlalu sempit dalam berpikir atau bertindak. Wow! Siapa yang mau dibilang berpikir sempit dan bertindak sempit. Tapi ketimbang hanya protes, lebih baik segera memperkaya wawasan pengetahuan di perpustakaan. Siapa tahu bisa nambah-nambahin bahan obrolan saat kongkow dengan teman-teman. Seru juga kan terlihat funky sekaligus smart! (Sumber: Detik.com)

Sabtu, Desember 12, 2009

Berburu Buku Gratis di Beberapa Situs

SATU studi terbaru yang dilakukan terhadap 3.000 orang di Amerika menunjukkan sebagian besar responden berminat membaca buku elektronik, baik melalui komputer desktop, laptop, PDA (personal digital assistant) maupun perangkat khusus.

Dalam survei yang disponsori oleh Seybold Research itu, disebutkan bahwa 66% responden mengatakan mereka akan membaca buku referensi melalui desktop atau laptop. 40% membaca buku-buku bisnis dan 46% akan membaca buku petunjuk kota atau perjalanan melalui PDA. Namun sayangnya, mereka tidak bersedia membayar. Hanya 12% yang kemungkinan besar akan bersedia membelanjakan uangnya untuk membeli e-book atau perangkat e-book dalam waktu setahun mendatang. Sedangkan, dua pertiganya justru sebaliknya.

Temuan ini agaknya sesuai dengan percobaan buku elektronik Riding the Bullet karya Stephen King yang diluncurkan bulan Maret lalu oleh penerbit Simon & Schuster. Setelah buku ini tersedia gratis (sebelumnya dijual sekitar US$2,50) di internet, buku elektronik ini sudah di download sebanyak 400.000.

Agaknya survei ini relevan dengan kondisi masyarakat di Tanah Air yang tingkat pendapatannya relatif rendah dibanding dengan warga negara Paman Sam itu. Akibatnya, apalagi kalau bukan mencari situs yang menyediakan buku gratis, ataupun mengakses perpustakaan digital.

Saat ini banyak situs yang menyediakan beberapa buku yang bisa di-download secara gratis dari internet. Salah satu di antaranya adalah situs www.bookrags.com. Situs ini menyediakan sekitar 1.500 buku elektroniknya untuk diakses secara gratis lewat internet.

Untuk memudahkan pembaca, disediakan pilihan berdasarkan penulis, tanggal penulisan, jenis buku (novel, puisi dan essai) yang diurutkan secara alfabet. Kepada para pembaca juga, disediakan pilihan 100 buku klasik yang populer karangan sastrawan terkenal. Misalnya, karangan Mark Twain, Plato, William Shakespeare, Leo Tolstoy, Jules Verne, Alexander Dumas, Charles Diskens, dan Victor Hugo, semuanya ada di situs itu. Dengan demikian, bila Anda ingin membaca buku klasik terkenal, disarankan untuk mengakses situs ini. Dan, semuanya gratis.

Ada lagi yang namanya Teleread dengan alamat www.teleread.org dengan semboyan, `Bring the e-books Home`. Kemudian bisa juga mengakses www.nuvomedia.com, www.electricbook.com, atau perpustakaan Universitas Pennsylvania, AS dengan alamat digital.library.upenn.edu/books dengan jumlah buku sekitar 12.000 buku.

Sementara situs www.capacre.com hanya menampilkan ringkasan sebuah buku, lalu dijual dalam bentuk disket atau dikirim dalam bentuk e-mail. Tentunya dalam disket harganya dua kali lipat dari bentuk e-mail. Penerbit Antelope dengan alamat www.antelope-ebooks.com dan www.e-books.org juga melakukan hal yang sama.

Sementara situs penyelenggara hadiah e-book (International eBook Award Foundation) mempromosikan dirinya di situs www.iebaf.org yang terdapat dalam lima bahasa yaitu, Inggris, Prancis, Belanda, Italia, dan Spanyol. Tujuan dibukanya situs ini adalah untuk lebih memopulerkan e-books.

Dalam Pameran Buku Internasional di Frankfurt Jerman pekan lalu, hampir di setiap sudut ditemukan penerbitan elektronik. Mereka menampilkan media digitalnya dalam aneka bentuk, seperti CD-ROM, e-book atau database lainnya. Penerbit elektronik ini menjadi perbincangan yang hangat di arena pameran buku yang memasuki tahun ke 52 ini.

Bagaimana halnya di Tanah Air. Dalam pameran buku yang diselenggarakan Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), yang juga berlangsung pekan lalu, belum ditemukan satu pun stan penerbit buku elektronik. Agaknya dalam soal buku elektronik, kita masih tertinggal jauh. Pertanyaannya, apakah memang begitu? Lalu, sampai kapan? (Sumber:asmakmalaikat.com)

 
(c) free template